Beberapa waktu kemarin, saya dan tiga orang teman lain berkesempatan berbincang dengan tokoh mahasiswa Andreas Senjaya. Kami mewawancarainya bertempat di kantornya, Badr Interactive membahas topik aktualisasi diri mahasiswa. Menurut lajang yang biasa dipanggil Jay ini, aktualisasi diri merujuk pada peningkatan kapasitas, kredibilitas dan kebermanfaatan. Hal ini dilakukan sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan atas apa yang telah ia dapatkan. Ia menerangkan bahwa cara sederhana yang dapat dilakukan dalam rangka mengaktualisasikan diri adalah dengan melatih diri menahan hawa nafsu keburukan dan memperbanyak aktifitas positif.
Lebih lengkapnya, ia berujar bahwa aktualisasi diri adalah peningkatan kapasitas diri baik dalam hal posisi, kegiatan, prestasi akademik, dan ibadah dengan membiasakan berbuat positif sebagai wujud rasa syukur. Ketekunan dalam beribadah menjadi kunci baginya dalam mencapai keberhasilan selama ini. Ibadah menjadi pondasi utamanya dalam bergerak. Ibadah menjadi pengokohnya menghadapi orang-orang di sekitarnya.
Dalam mewujudkan kesuksesannya, ia percaya bahwa ada 2 hal yang perlu diperhatikan:
1. Aqidah yang kokoh dan penuh. Dengan hal ini, ia meyakini adanya hari pembalasan. Ia meyakini bahwa apapun yang kita lakukan akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Yang Maha Kuasa.
2. Percaya bahwa hidup di dunia hanya sebentar.Bila hidup hanya sebentar, kenapa harus disia-siakan? Ia berazzam dalam waktu yang sebentar ini, ia hidup untuk membumikan agama Allah dan menanamkan nilai-nilai Islam yang ia percaya. Selain itu, semangat mengabdikan diri secara total bagi umat adalah hal yang memotivasinya untuk terus bergerak maju.
Jay juga pernah gagal bahkan sering ia merasa gagal. Namun, baginya kegagalan itu tidak berarti bila dibandingkan dengan nikmat kehidupan yang ia dapatkan dan akan ia dapatkan esok hari. Orang yang sukses itu justru lebih banyak gagal. Lebih baik bersakit-sakit dahulu daripada berleha-leha di dunia. Jangan terlampau down namun jangan pula lekas berpuas diri, aturlah emosi dengan baik dan bijak.
Dalam menjalani hidupnya, ia tidak mengharuskan dirinya menjadi baik dulu. Ia tetap memperbaiki diri sejalan dengan memperbaiki orang lain secara paralel. Yang kemudian menjadi penting adalah mengenali diri sendiri dan memahami tujuan hidup demi kebermanfaatan umat. Hati-hati dengan label diri kita karena itu bisa berpengaruh pada tindakan kita. Jangan merasa rendah hati, jangan melabeli diri kita rendah, apalagi menganggap bahwa kita tak mampu. Baginya, orang yang mudah menyerah, menganggap dirinya tak mampu, senang mencari excuse adalah orang yang ber- value rendah. Katakana bahwa “Aku punya value yang tinggi, oleh karena itu aku tidak mudah menyerah”.
Saat kita sibuk dan merasa kepentingan/ agenda kita saling berbeturan, milikilah mental pemenang. Karena mental pemenang adalah mereka yang tidak suka membenturkan-benturkan kepentingan. Semua pasti bisa diatasi. Berdamailah dengan keadaan secara cepat. Bersegeralah mencari cara untuk memberikan segala yang terbaik yang kita mampu.
Satu hal yang paling menarik bagi saya adalah, “Tujuan itu bukan untuk dicapai, tapi untuk memotivasi”. Saya kira, dengan mindset demikian semua akan terasa lebih ringan dan bernuansa positif. Tidak merasa terbebani dengan tujuan yang pasti dan harus tercapai. Karena hanya Allah yang berhak mengabulkan keinginan kita. Karena rencana Allah itu pasti lebih baik dari rencana kita. Anggap saja, bila semakin tinggi tujuan kita, semakin besar motivasi untuk bergerak mencapainya . Lebih tinggi, lebih dahsyat.